KASUS: RUMAH SAKIT
KOLOMBO
Bapak Subaki, pensiun dokter ahli
dan pernah mengikuti pendidikan manajemen, sekarang adalah Direktur Utama Rumah
Sakit Kolombo. Kolombo merupakan rumah sakit umum yang mempunyai 200 tempat
tidur dan melayani suatu daerah yang berpenduduk sekitar 50.000 orang. Subaki
memulai pertemuan dengan administrator rumah sakit, saudara Asmuni. Tujuan
pertemuan adalah untuk mencari penyelesaian yang dapat diterima oleh semua
pihak antara saudara Rinto dan Kepala Bagian Operasi, Dr. Hastomo.
Masalah ini diberitahukan Kepada
Bapak Subaki untuk dimintakan perhatian oleh Dr. Hastomo. Dr. Hastomo
mengajukan tantangan pada Subaki untuk bermain golf, tetapi ajakan ini hanya
suatu alasan Dr. Hastomo mendiskusikan
masalah rumah sakit.
Masalah yang dipersoalkan Dr.
Hastomo manyangkut supervisor ruang operasi, Rinto panggabean, di mana Rinto
membuat skedul kegiatan operasi rumah sakit sesuai kebijakasanaan-kebijaksanaan
yang dia ”percaya” telah digariskan oleh administrator rumah sakit. Salah
satu kejengkelan para ahli bedah adalah
sikapnya bahwa penggunaan ruang-ruang operasi harus dibuat maksimum bila
biaya-biaya rumah sakit ditekan atau diturunkan. Oleh karena itu Rinto menyusun
skudel bahwa waktu menganggur ruang pengoperasian harus diminimumkan. Para ahli
bedah mengeluh skedul pelaksanaan
operasi sering tidak memungkinkan untuk menyelesaikan prosedur pembedahan dengan cara yang perlu dilakukan.
Terlebih lagi, sering waktu tidak mencukupi persiapan efektif antar operasi
sebelum prosedur berikutnya. Scheduling ini menurut para staf pembedah mengakibatkan penanganan pasien dengan
kualitas rendah. Para ahli bedah mengeluh bahwa Rinto menunjukkan pilih kasih
dalam schedulingnya.
Situasi mencapai kritis ketika Dr.
Hastomo sedang menghadapi konfrontasi eksplosif dengan Rinto, memberitahunya
dia memecat Rinto. Rinto kemudian mengajukan banding kepada administrator rumah
sakit, memberi informasi kepada Dr. Hastomo bahwa pemecatan para perawat adalh
hak administratif, sehingga Dr. Hastomo tidak mempunyai wewenang memecat Rinto.
Dr. Hastomo menegaskan dia punya wewenang terhadap masalah yang mempemgaruhi
praktik medis dan perwatan pasien dalam rumah sakit. Dia menyatakan mengancam
untuk menyerahkannya kepada dewan direktur rumah sakit.
Dalam pertemuannya dengan Subakti,
Asmuni menjelaskan posisinya pada masalah yang terjadi. Dia menekankan
administrator rumah sakit legal bertanggung jawab atas perawatan pasien. Dia
berpendapat direktur harus memberikan wewenang kepada administrator. Dr.
Hastomo meminta kepada Subakti untuk memperjelas garis-garis wewenang dalam
rumah sakit kolombo. Setelah Subakti mengakhiri pertemuannya dengan Asmuni,
kepelikan masalah telah jelas baginya, tetapi penyelesaiannya belum begitu
jelas.
Pertanyaan Kasus:
1.
Mengapa Saudara berpendapat bahwa konflik telah berkembang di rumah sakit
kolombo?
Karena
garis-garis wewenang dirumah sakit kolombo masih belum jelas dan dari kedua belah pihak tidak ada yang mau mengalah.
2.
Apakah penetapan garis-garis wewenang secara jelas akan memecahkan semua masala-masalah
yang digambarkan dalam kasus? Mengapa ya atau mengapa tidak?
Ya.
Karena dapat memeperjelas status para pegawai di rumah sakit tersebut, sehingga
dapat menyelesaikan konflik masalah yang terjadi dalam kasus tersebut.
3.
Apa yang harus dilakukan Bapak Subakti?
Beliau
harus memperjelas garis-garis wewenang agar konflik masalah dapat terselesaikan
secara jelas dan juga mengadakan pertemuan antara kedua belah agar tidak ada
yang merasa dikucilkan dan semua masalah menjadi jelas.
OPINI
Konflik masalah diatas dapat
terselesaikan secara jelas apabila garis-garis wewenang dalam rumah sakit
kolombo diperjelas, sehingga kedua belah pihak tidak merasa dikucilkan atau
terbebani satu sama lain. Setelah garis-garis wewenang diperjelas, harus
diadakan pertemuan antara kedua belah pihak agar masalah dalam kasus tersebut
menjadi jelas dan clear.
No comments:
Post a Comment